DUGAAN KORUPSI DINAS KESEHATAN TANGGAMUS: Proyek Diatur, Anggaran Janggal, Puskesmas Diduga Diperas
TANGGAMUS, LAMPUNG – Dugaan korupsi sistematis dengan pola yang menjalar ke berbagai lini diduga terjadi di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tanggamus. Investigasi yang merangkum data pengadaan barang/jasa, rencana anggaran, dan laporan dari lapangan mengungkap tiga lapisan masalah utama: dugaan pengaturan lelang pada belasan proyek Dana Alokasi Khusus (DAK), kejanggalan pada alokasi anggaran miliaran rupiah, hingga dugaan pungutan liar (pungli) bulanan yang menyasar 24 Puskesmas.
Rentetan temuan ini menempatkan Kepala Dinas Taufik Hidayat dan jajarannya di pusat sorotan atas dugaan kegagalan tata kelola anggaran yang serius.
Dana segar dari pusat yang seharusnya jadi angin surga untuk perbaikan fasilitas kesehatan di Kabupaten Tanggamus, justru tercium beraroma tak sedap.
Proyek-proyek rehabilitasi Puskesmas Pembantu (Pustu) yang dilelang oleh Dinas Kesehatan menunjukkan pola yang sangat janggal dan sistematis, mengarah pada dugaan kuat adanya “permainan” di balik meja lelang.
Dugaan dari data lelang elektronik (LPSE) tahun 2024 menunjukkan adanya tiga bendera merah (Red Flag) yang patut diwaspadai.
Kecurigaan pertama muncul dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Anehnya, belasan proyek perbaikan Pustu yang lokasinya berbeda-beda—dengan tingkat kerusakan dan tantangan geografis yang pasti tak sama—semuanya punya nilai HPS yang nyaris seragam: Rp 260,4 juta.
Penyeragaman anggaran ini adalah sinyal kuat bahwa angka tersebut tidak dihitung berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan, melainkan sudah “dikunci” sejak awal untuk memecah anggaran dan mempermudah pengaturan.
Hampir semua tender ini diikuti oleh sekelompok perusahaan (CV) yang sama, seolah menjadi “peserta langganan”. Kehadiran “geng” ini mematikan persaingan sehat dan memberi sinyal adanya kelompok yang sudah dikondisikan untuk “meramaikan” lelang yang pemenangnya diduga sudah diatur.
Inilah puncak dari dugaan permainan ini. Polanya sangat rapi dan terus berulang di setiap proyek: satu CV akan menawar rendah (sekitar Rp 235 juta), satu CV “pesaing palsu” menawar lebih tinggi, lalu sengaja digugurkan dengan alasan klasik “Tidak menghadiri pembuktian kualifikasi”.
Pola ini ibarat sebuah skenario film yang diputar berulang-ulang. Distribusi “kue” proyek pun memperkuat dugaan adanya skema “arisan”, di mana setiap anggota kelompok mendapat jatahnya secara bergiliran.
Sandiwara lelang di belasan proyek Pustu tersebut ternyata hanyalah gejala. Penelusuran mendalam ke dalam “DNA” anggaran Dinkes Tanggamus melalui Rencana Umum Pengadaan 2024 menunjukkan adanya kultur pengelolaan keuangan yang sengaja dibuat permisif terhadap penyalahgunaan. Pola penganggaran yang ditemukan sarat akan ‘bendera merah’, menciptakan ekosistem sempurna untuk praktik korupsi.
Tiga mekanisme utama yang teridentifikasi adalah: anggaran media fantastis senilai Rp 736 Juta yang rawan menjadi alat bungkam atau pencitraan; modus ‘pecah paket’ pada belanja ATK dan mamin untuk menghindari lelang terbuka; serta pesta perjalanan dinas yang anggarannya nyaris mencapai Rp 1 Miliar, sebuah pos yang sangat rentan untuk diselewengkan.
Jika pola di level proyek dan anggaran menunjukkan adanya masalah sistemik, temuan berikutnya menunjukkan bagaimana praktik kotor ini diduga merembes hingga ke level operasional paling bawah.
Seorang narasumber dari internal dinas mengungkapkan adanya praktik “iuran wajib” bulanan, di mana setiap dari 24 Puskesmas diwajibkan menyetor uang senilai Rp 2 juta per bulan kepada oknum di UPTD Dinas Kesehatan berinisial EP.
Menanggapi laporan ini, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tanggamus, Romzi Edy, bereaksi keras dan berjanji akan memanggil pihak Dinas Kesehatan untuk menggelar rapat dengar pendapat.
Di tengah rentetan temuan yang mengarah pada dugaan korupsi sistematis ini, sikap para pejabat tertinggi di Dinas Kesehatan Tanggamus justru menimbulkan tanda tanya besar. Sesuai kode etik jurnalistik, ruang untuk hak jawab dan klarifikasi telah diberikan secara adil dan berimbang.
Namun, saat dikonfirmasi melalui aplikasi pesan WhatsApp maupun telepon secara berulang kali, Kepala Dinas Taufik Hidayat selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Sekretaris Bambang Nurwanto tidak memberikan respon sama sekali hingga berita ini diturunkan. Sikap bungkam ini meninggalkan publik tanpa jawaban dan memperkuat persepsi adanya masalah serius yang coba ditutupi.
Dari sandiwara lelang proyek, pemborosan sistematis dalam anggaran, hingga dugaan pemerasan di level puskesmas, rangkaian temuan ini melukiskan potret utuh dugaan korupsi yang telah mengakar. Ini bukanlah lagi soal kelalaian administrasi, melainkan sebuah modus operandi terstruktur yang secara sadar mengorbankan kualitas pelayanan kesehatan demi keuntungan pribadi dan kelompok.
Tabel Kejanggalan Dugaan Korupsi Dinas Kesehatan Tanggamus
Oleh karena itu, publik menuntut tindakan nyata dan tanpa kompromi dari Aparat Penegak Hukum (APH), Kejaksaan, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan penyelidikan dan audit investigatif menyeluruh.
Membongkar kasus ini hingga ke akarnya adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan uang rakyat, mengembalikan martabat institusi kesehatan, dan memastikan bahwa anggaran yang seharusnya menyembuhkan tidak berakhir menjadi penyakit.*RED