DARURAT KORUPSI: Rp1,89 Miliar Uang Rakyat ‘Menguap’ di Proyek Dinas PU, APH Didesak Segera Periksa Kepala Dinas Dedi Sutiyoso
BANDAR LAMPUNG, AKURATNEWS PRO – Praktik kecurangan dalam pengelolaan anggaran publik di Kota Bandar Lampung kembali terbongkar. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya potensi kerugian negara senilai Rp1,89 Miliar dari proyek-proyek infrastruktur yang dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum (PU) sepanjang tahun 2024.
Temuan ini bukan sekadar angka, melainkan bukti nyata adanya penyakit kronis yang menggerogoti tubuh birokrasi. Di bawah kepemimpinan Kepala Dinas PU, Dedi Sutiyoso, puluhan proyek jalan dan drainase terindikasi kuat dikerjakan asal-asalan demi meraup keuntungan pribadi. Kini, desakan agar Aparat Penegak Hukum (APH) turun tangan semakin menguat, sebelum praktik ini menjadi warisan buruk yang sulit dihilangkan.
Data BPK membeberkan modus operandi yang seolah sudah menjadi standar: mengurangi volume pekerjaan dan memanipulasi spesifikasi material. Dari audit atas 21 paket pekerjaan jalan dan 4 paket drainase, BPK menemukan adanya “penghematan” ilegal yang merugikan kas daerah hingga Rp1.899.823.960,97.
Ini bukan kesalahan teknis, melainkan sebuah desain kecurangan yang terstruktur. Di atas kertas, proyek dilaporkan selesai 100%, namun di lapangan, kualitasnya jauh dari standar. Beberapa contoh yang paling mencolok antara lain:
- Jalan Way Pering / Minak Pengantin: Kerugian mencapai Rp233,9 juta.
- Gg. Pekon Ampai, Teluk Betung Timur: Kerugian mencapai Rp171,6 juta.
- Jalan P. Buton Dalam, Way Halim: Kerugian mencapai Rp164,1 juta.
Puluhan proyek lainnya di berbagai penjuru kota mengalami nasib serupa dengan total kerugian yang fantastis.
Temuan ini menjadi sorotan tajam dari lembaga swadaya masyarakat. Ketua LSM Tunas Bangsa menyatakan bahwa pola ini adalah lagu lama yang terus berulang dan menunjukkan lemahnya integritas serta pengawasan internal di Dinas PU.
“Ini bukan temuan pertama dan kami khawatir ini bukan yang terakhir. Modus mengurangi volume dan spesifikasi adalah penyakit menahun,” ujar perwakilan LSM Tunas Bangsa. “Jika APH tidak masuk, maka rekomendasi BPK yang hanya meminta pengembalian uang akan menjadi ‘diskon’ bagi koruptor. Mereka untung jika tidak ketahuan, dan hanya balik modal jika ketahuan. Di mana efek jeranya?”
Dari kacamata hukum, kasus ini sudah melampaui batas kesalahan administrasi. Ahli Hukum dari Bandar Lampung, H. Ronaldo Muthe, S.H., menegaskan bahwa temuan BPK ini adalah pintu masuk bagi penyelidikan pidana.
“Temuan BPK yang berulang dengan pola yang sama pada puluhan proyek menunjukkan adanya niat jahat (mens rea), bukan sekadar kelalaian (culpa),” tegas Ronaldo Muthe. “Kelebihan bayar hingga miliaran rupiah bukanlah angka yang bisa dibilang ‘salah hitung’. Ini sudah masuk ranah pidana korupsi. APH memiliki dasar yang lebih dari cukup untuk memulai masuk ranah pidana korupsi. APH memiliki dasar yang lebih dari cukup untuk memulai penyelidikan terhadap Kepala Dinas dan para pejabat terkait yang bertanggung jawab.”
Rekomendasi BPK agar Dinas PU memproses pengembalian uang dianggap sebagai langkah awal yang baik, namun tidak boleh menjadi titik akhir. Tanpa proses hukum yang tegas, tidak akan ada efek jera dan praktik serupa akan terus terjadi di tahun-tahun berikutnya.
Pertanyaannya kini bukan lagi soal berapa miliar yang harus dikembalikan, melainkan kapan Aparat Penegak Hukum akan menyeret para pelaku ke pengadilan?Sampai kapan praktik yang merusak masa depan dan merampok hak warga Bandar Lampung atas infrastruktur berkualitas ini akan terus dibiarkan tanpa ada satu pun yang diadili?(*)
Baca juga :