Lampung Tengah (Times Akurat News) – Dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) terkait anggaran belanja bantuan operasional keluarga berencana (bokb). Anggaran yang terlibat dalam kasus ini mencapai total sebesar Rp. 8.967.477.700,-. Dana tersebut bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik subbidang keluarga berencana tahun 2023. Kasus ini kini tengah menjadi perhatian serius pihak berwenang dan masyarakat umum.(01/03/2025)
Ketua LSM Tunas Bangsa, Birman Sandi, baru-baru ini mengungkapkan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pengguna anggaran di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kabupaten Lampung Tengah. Dugaan tersebut berkaitan dengan pelaksanaan belanja bantuan operasional keluarga berencana (BOKB) yang menghabiskan total anggaran sebesar Rp. 8.967.477.700,-. Anggaran ini bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik subbidang keluarga berencana untuk tahun 2023.
Dalam laporan yang disampaikan, Birman Sandi menyoroti modus operandi yang diduga dilakukan oleh Kepala Dinas PPKB. Dia berspekulasi bahwa terdapat pengaturan pemerasan yang melibatkan Kepala Bidang dan Bendahara Pengeluaran.
Tindakan ini melibatkan pemotongan honorarium pendamping Tim Pembangunan Keluarga (TPK), pemotongan transportasi kegiatan, Pemotongan honorarium jasa medis untuk petugas kesehatan. pemotongan honorarium entry data komunikasi, informasi dan edukasi, pemotongan biaya makan dan minum untuk pelaksanaan kegiatan serta pemotongan dana operasional TPK masing-masing TPK, diduga uang hasil pemerasan dalam jabatan tersebut dengan total sebesar Rp. 965.135.941,60,“ungkap Sandi.
Selain itu, Penyimpangan anggaran dana Bokb (Bantuan Operasional Kegiatan Berbasis Komunitas) menjadi isu yang semakin menarik perhatian publik. Debat mengenai dugaan pemerasan dalam jabatan mengarah pada pengungkapan modus operandi lain yang mencolok. Penting untuk mengeksplorasi secara mendalam bagaimana penyimpangan ini dapat terjadi dan dampaknya terhadap masyarakat.
Sandi Mengungkapkan salah satu modus yang terungkap adalah belanja sub item kegiatan fiktif. Sebagai contoh, terdapat anggaran untuk kegiatan lokakarya dalam bidang advokasi, penggerakan, dan informasi pada tahap pertama yang tidak benar-benar dilaksanakan. Meskipun kegiatan tersebut fiktif, anggaran tetap dicairkan.
Tidak hanya itu, modus operandi lain yang mencolok adalah kegiatan operasional ketahanan keluarga. Program sosialisasi berbasis Poktan pada 84 kampung KB di 28 kecamatan seharusnya menjadi pilar kebijakan dalam peningkatan kesejahteraan keluarga. Namun kenyataannya, anggaran yang dicairkan digunakan untuk kepentingan pribadi dan/atau kegiatan yang tidak terorganisasi. Pengiriman atau transfer dana pada rekening koordinator penyuluh (korluh) sebagai bagian dari strategi untuk melancarkan penggelapan ini, memperlihatkan betapa rumitnya praktik korupsi dalam pengelolaan dana.”ujar Sandi.
Melalui uraian di atas, jelas bahwa penyimpangan dalam penggunaan anggaran bokb tidak hanya merugikan anggaran negara, tetapi juga dampaknya terhadap masyarakat luas. Penegakan hukum yang tegas dan regulasi yang lebih ketat sangat diperlukan untuk mencegah terulangnya praktik curang ini. Kita harus bersama-sama mengawasi dan menuntut akuntabilitas dari pengelola anggaran, agar dana-dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat dapat tercapai secara maksimal.