gtag('event', 'conversion', {'send_to': 'AW-10806135678/bpbJCJua_ekZEP6W4qAo'});
Tegas, Lugas, Independen.
Example 325x300
Example floating
Example floating
KorupsiBeritaHukum & KriminalInternasionalPemerintahan

Penelitian Proyek Lampung Selatan: Analisis Mendalam Korupsi Sistemik, Jaringan Kekuasaan, dan Proyek Infrastruktur Bermasalah

134798
×

Penelitian Proyek Lampung Selatan: Analisis Mendalam Korupsi Sistemik, Jaringan Kekuasaan, dan Proyek Infrastruktur Bermasalah

Sebarkan artikel ini
Penelitian Proyek Lampung Selatan

Table of Contents

Penelitian Proyek Lampung Selatan: Analisis Mendalam Korupsi Sistemik, Jaringan Kekuasaan, dan Proyek Infrastruktur Bermasalah

 

 

Baca Selengkapnya
Example 300x600
Gulir ke Bawah ↓

Bagian 1: Prolog – Pintu Masuk Investigasi dari Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Laporan keuangan pemerintah daerah yang meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sering kali dipandang publik sebagai tanda tata kelola yang bersih dan bebas masalah. Namun, di balik predikat formal tersebut, sering kali tersembunyi realitas yang jauh lebih kompleks dan meresahkan. Kasus Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan menjadi contoh nyata bagaimana temuan rinci dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat menjadi pintu masuk untuk membongkar praktik korupsi yang sistemik dan telah mengakar, khususnya di sektor pekerjaan umum yang padat modal. Laporan BPK bukan sekadar dokumen administratif; ia adalah peta awal yang menunjukkan titik-titik kerentanan di mana uang negara bocor dan kualitas pelayanan publik dikorbankan.

 

1.1. Membedah Temuan Inti LHP BPK 2023

Titik awal investigasi ini adalah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2023, yang diterbitkan oleh BPK Perwakilan Provinsi Lampung dengan Nomor 34B/LHP/XVIII.BLP/05/2024 pada tanggal 2 Mei 2024. Laporan ini secara spesifik menyoroti anomali besar dalam pengelolaan anggaran di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), sebuah dinas yang mengelola porsi signifikan dari anggaran belanja modal daerah.

Temuan utama BPK mengidentifikasi adanya 11 paket pekerjaan infrastruktur—meliputi jalan, jaringan, dan irigasi—yang pelaksanaannya sarat masalah. Permasalahan ini bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan berujung pada konsekuensi finansial yang merugikan negara. BPK menyimpulkan telah terjadi

kelebihan pembayaran kepada para penyedia jasa konstruksi dengan nilai total mencapai Rp2.782.667.577,98. Angka ini, yang mendekati tiga miliar rupiah, bukanlah kesalahan pembukuan minor, melainkan representasi dari dana publik yang dibayarkan untuk pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Temuan ini merupakan bagian dari 20 temuan besar yang dialamatkan kepada Pemkab Lampung Selatan untuk tahun anggaran 2023, yang mengindikasikan adanya kelemahan tata kelola yang lebih luas di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

 

1.2. Anatomi Kerugian Negara: Kekurangan Volume vs. Ketidaksesuaian Spesifikasi

Untuk memahami modus operandi di balik kerugian negara ini, BPK memecah total kelebihan pembayaran sebesar Rp2,78 miliar ke dalam dua kategori utama yang mengungkap sifat kecurangan yang terjadi :

  1. Kekurangan Volume Pekerjaan: Sebesar Rp867.454.261,34. Kategori ini merujuk pada situasi di mana kontraktor tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai kuantitas yang disepakati dalam kontrak. Contohnya adalah lapisan aspal yang lebih tipis dari seharusnya, panjang jalan yang kurang, atau volume galian yang tidak mencapai target. Ini adalah bentuk kecurangan yang paling mendasar.
  2. Ketidaksesuaian Spesifikasi Kontrak: Sebesar Rp1.915.213.316,64. Kategori ini, yang nilainya lebih dari dua kali lipat dibandingkan kekurangan volume, menunjukkan adanya praktik yang lebih tersembunyi dan berbahaya. Ini berarti kontraktor menggunakan material yang lebih murah atau berkualitas lebih rendah dari yang disyaratkan dalam spesifikasi teknis kontrak. Misalnya, menggunakan campuran aspal dengan kualitas di bawah standar atau besi beton dengan diameter lebih kecil.

Distingsi antara dua kategori ini sangat krusial. “Kekurangan volume” adalah kecurangan pada kuantitas, sementara “ketidaksesuaian spesifikasi” adalah kecurangan pada kualitas. Nilai temuan yang lebih besar pada ketidaksesuaian spesifikasi mengindikasikan bahwa modus utama untuk memaksimalkan keuntungan ilegal adalah dengan mengorbankan mutu bahan bangunan. Konsekuensinya jauh lebih merusak daripada sekadar kerugian finansial langsung. BPK secara eksplisit menyimpulkan bahwa praktik ini menyebabkan berkurangnya umur manfaat pada delapan ruas jalan yang diperiksa, karena kekurangan ketebalan dan penurunan mutu melampaui batas toleransi. Artinya, infrastruktur yang dibangun dengan uang rakyat akan hancur lebih cepat, membebani anggaran daerah di masa depan untuk perbaikan dan pemeliharaan prematur.

Terjadinya dua jenis kecurangan ini secara bersamaan di 11 proyek yang berbeda di bawah satu dinas yang sama mengindikasikan sebuah pola yang sistematis. Probabilitas bahwa ini adalah hasil dari kelalaian atau kesalahan yang tidak disengaja sangat kecil. Pola ini lebih mengarah pada sebuah desain kecurangan yang terencana, di mana kontraktor secara sadar mengurangi kuantitas dan kualitas untuk menghasilkan “penghematan” ilegal, yang kemudian bisa dibagi sebagai keuntungan atau kickback.


Tabel 1: Rincian 11 Paket Pekerjaan Bermasalah di Dinas PUPR Lampung Selatan (Berdasarkan LHP BPK 2023)

Analisis Mendalam Korupsi Sistemik, Jaringan Kekuasaan, dan Proyek Infrastruktur Bermasalah

1.3. Konteks Pengawasan BPK di Lampung

Temuan di Lampung Selatan harus dilihat dalam konteks pengawasan BPK yang lebih luas di Provinsi Lampung. Meskipun banyak pemerintah daerah di provinsi ini, seperti Lampung Barat, berhasil meraih opini WTP atas laporan keuangannya, predikat ini tidak serta-merta menandakan ketiadaan masalah. BPK tetap memberikan catatan rinci mengenai kelemahan sistem pengendalian internal (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, yang sering kali memuat temuan-temuan krusial seperti kelebihan bayar.

Salah satu masalah yang berulang di wilayah ini adalah lemahnya tindak lanjut atas rekomendasi BPK, terutama dalam hal pengembalian kerugian negara oleh pihak ketiga atau kontraktor. Kasus di kabupaten tetangga, Pringsewu, menjadi cermin dari masalah ini. Pada tahun 2022, BPK menemukan kelebihan pembayaran sebesar Rp3,04 miliar pada 21 paket pekerjaan di Dinas PUPR Pringsewu. Namun, hingga akhir September 2023, masih tersisa sekitar Rp400 juta yang belum dikembalikan oleh dua perusahaan rekanan. Pola ini menunjukkan adanya kultur impunitas di kalangan kontraktor, di mana temuan BPK tidak selalu diikuti dengan sanksi yang tegas atau penegakan hukum yang cepat untuk mengembalikan uang negara. Kelemahan dalam mekanisme penagihan dan penegakan hukum ini menciptakan lingkungan yang permisif bagi kontraktor nakal untuk terus beroperasi tanpa jera.

 

Bagian 2: Episentrum Masalah – Potret Dinas PUPR Lampung Selatan dan Aktor Kuncinya

Jika temuan BPK adalah asap, maka api berada di episentrumnya: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Lampung Selatan. Analisis mendalam terhadap dinamika internal dinas ini, kepemimpinannya yang kontroversial, serta hubungannya dengan komunitas bisnis lokal mengungkap sebuah ekosistem yang tampaknya dirancang untuk menguntungkan segelintir pihak dengan mengorbankan kepentingan publik dan pengusaha lokal. Dinas ini bukan sekadar unit teknis pemerintah, melainkan arena pertarungan kepentingan di mana transparansi prosedural dijadikan tameng untuk menutupi praktik favoritisme dan monopoli.

 

2.1. Profil Kepala Dinas PUPR Hasbie Azka: Tudingan dan Kontroversi

Kepemimpinan Dinas PUPR Lampung Selatan berada di tangan Hasbie Azka, seorang pejabat yang rekam jejaknya diwarnai oleh kontroversi bahkan sebelum menjabat di posisi saat ini. Sebuah laporan polisi yang diajukan ke Polda Lampung menuduh Hasbie Azka terkait kasus dugaan penipuan dan penggelapan uang proyek senilai Rp249 juta. Kasus ini berasal dari masa jabatannya sebagai Kepala Dinas PUPR di Kabupaten Pesisir Barat pada tahun 2016. Pelapor mengklaim telah menalangi biaya proyek pembukaan jalan atas perintah Hasbie Azka, namun tidak pernah menerima penggantian dana dan fee yang dijanjikan.

 

Meskipun tuduhan ini berkaitan dengan jabatannya di masa lalu dan di kabupaten yang berbeda, laporan polisi tersebut menciptakan preseden yang meresahkan. Laporan ini menunjukkan adanya catatan publik mengenai dugaan praktik pengelolaan proyek yang tidak transparan dan berpotensi merugikan pihak lain. Keberadaan catatan kontroversial semacam ini pada seorang pejabat yang kini memimpin dinas dengan anggaran infrastruktur terbesar di Lampung Selatan menjadi sebuah bendera merah, yang memberikan konteks penting terhadap keluhan dan tudingan yang muncul dari para kontraktor lokal saat ini.

 

2.2. Pemberontakan Kontraktor Lokal: Tudingan Monopoli dan Favoritisme

Ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Hasbie Azka mencapai puncaknya pada 30 Juli 2024, ketika puluhan kontraktor lokal yang tergabung dalam Aliansi Kearifan Lokal Indonesia (AKLI) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Dinas PUPR Lampung Selatan. Aksi ini bukan sekadar protes biasa; ini adalah sebuah “pemberontakan” dari komunitas bisnis lokal yang merasa terpinggirkan di tanahnya sendiri. Spanduk-spanduk yang mereka bentangkan menyuarakan frustrasi yang mendalam, dengan slogan-slogan tajam seperti

“Hasbie kenyang, kami lapar” dan “punya lumbung tapi lapar di rumah sendiri”. 

Inti dari protes mereka adalah tudingan bahwa sejak Hasbie Azka menjabat, pintu bagi kontraktor lokal untuk mendapatkan pekerjaan proyek di Dinas PUPR seolah tertutup rapat. Mereka menduga adanya praktik monopoli dan favoritisme yang sistematis, di mana proyek-proyek justru dialihkan kepada perusahaan-perusahaan yang berasal dari luar daerah, terutama dari Kabupaten Way Kanan. Seorang sumber yang dikutip media menggambarkan modus operandi ini dengan gamblang: “Dia memang begitu polanya, proyek dikerjakan sendiri. Perusahaan yang banyak masuk dari Way Kanan. Wajar…  

Selatan itu”. Tudingan ini mengarah pada pembentukan sebuah sistem tertutup. Jika proyek-proyek besar secara konsisten dimenangkan oleh sekelompok kecil kontraktor “pilihan” dari luar daerah, maka kompetisi yang sehat akan mati. Lebih jauh lagi, pengawasan dan akuntabilitas lokal menjadi lemah. Kontraktor dari luar daerah tidak memiliki reputasi atau ikatan sosial yang harus dijaga di hadapan masyarakat Lampung Selatan, sehingga lebih mudah bagi mereka untuk melakukan pekerjaan di bawah standar tanpa takut akan sanksi sosial. Pemberontakan kontraktor lokal ini, dengan demikian, bukan hanya soal perebutan kue ekonomi, tetapi juga sinyal kuat bahwa mekanisme pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR telah dibajak untuk melayani kepentingan jaringan tertentu.

 

2.3. Mekanisme Pertahanan: Dalih Transparansi LPSE

Menghadapi tudingan keras dari para pengunjuk rasa, Hasbie Azka menggunakan mekanisme pertahanan yang umum digunakan oleh birokrat: berlindung di balik prosedur formal. Ia menolak tudingan tersebut dengan menyatakan bahwa para kontraktor telah “salah alamat” dalam melayangkan protes. Argumen utamanya adalah bahwa proses lelang proyek saat ini sepenuhnya dilakukan secara daring melalui sistem

Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), yang ia klaim transparan dan dapat dipantau oleh siapa pun. Menurutnya, dengan sistem ini, Dinas PUPR tidak lagi memiliki wewenang untuk “membagi-bagi proyek” kepada pihak tertentu.

Namun, dalih transparansi prosedural ini mengabaikan realitas di lapangan. Meskipun LPSE dirancang untuk meningkatkan transparansi dan mengurangi intervensi manusia, sistem ini tidak kebal terhadap manipulasi. Kecurangan dapat terjadi pada tahap pra-lelang, misalnya dengan menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau spesifikasi teknis yang sangat spesifik sehingga hanya mengarah pada satu perusahaan tertentu. Kolusi antar peserta lelang juga merupakan risiko yang sulit dideteksi oleh sistem semata.

Lebih lanjut, rekam jejak LPSE di Kabupaten Lampung Selatan sendiri menunjukkan adanya kerentanan. Pada tahun 2019, DPRD setempat menyoroti banyaknya kasus “gagal tender” di LPSE yang menyebabkan sejumlah rencana pembangunan infrastruktur mangkrak. Kegagalan sistemik ini menunjukkan bahwa LPSE bukanlah benteng yang tidak bisa ditembus. Dengan Dinas PUPR menjadi sumber tender terbesar di kabupaten—mengelola 125 paket tender senilai hampir Rp200 miliar—potensi untuk mengeksploitasi celah dalam sistem ini sangat besar. Dengan demikian, argumen Hasbie Azka yang mengandalkan transparansi LPSE lebih terlihat sebagai upaya pengalihan isu daripada jawaban substantif atas tudingan monopoli dan favoritisme yang sistematis.

Kombinasi antara temuan BPK mengenai kualitas pekerjaan yang buruk, protes kontraktor lokal yang merasa disingkirkan, dan dugaan masuknya kontraktor dari luar daerah, melahirkan sebuah hipotesis kuat. Dinas PUPR di bawah kepemimpinan saat ini diduga beroperasi sebagai sebuah sistem lingkaran tertutup (closed-loop system). Dalam sistem ini, tujuan utamanya bukanlah pembangunan infrastruktur berkualitas, melainkan ekstraksi nilai untuk jaringan kroni yang telah ditentukan. Pengecualian kontraktor lokal bukanlah efek samping, melainkan sebuah prasyarat agar sistem ini dapat berjalan efektif. Dengan menyingkirkan pelaku usaha lokal yang memiliki kepentingan jangka panjang dan akuntabilitas sosial di daerahnya, jalan menjadi lebih mulus untuk memberikan proyek kepada “mitra” yang patuh, yang bersedia mengorbankan kualitas demi menghasilkan dana ilegal.

 

Bagian 3: Akar Sejarah – Pola Korupsi yang Berulang di Dinas PUPR

 

Masalah yang terungkap dalam LHP BPK 2023 dan gejolak di Dinas PUPR saat ini bukanlah fenomena baru. Sebaliknya, ini adalah gema dari masa lalu yang menunjukkan betapa dalam dan kuatnya akar korupsi di sektor infrastruktur Lampung Selatan. Untuk memahami sepenuhnya skala masalah hari ini, kita harus menengok kembali pada era pemerintahan sebelumnya, di mana Dinas PUPR terbukti telah difungsikan sebagai mesin pengumpul uang haram dalam skala masif. Sejarah ini membuktikan bahwa korupsi di dinas tersebut bersifat institusional, bukan sekadar penyimpangan individual, dan memiliki daya tahan yang luar biasa bahkan setelah dihantam oleh penegakan hukum tingkat tinggi.

 

3.1. Kasus Zainudin Hasan: Dinas PUPR sebagai Mesin Pengumpul Fee Proyek

 

Antara tahun 2016 hingga 2018, Kabupaten Lampung Selatan dipimpin oleh Bupati Zainudin Hasan. Pemerintahannya berakhir secara dramatis ketika ia ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kemudian divonis 12 tahun penjara atas tuduhan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kasus ini menjadi cetak biru ( blueprint) yang membedah secara telanjang bagaimana korupsi infrastruktur diorganisir dari puncak kekuasaan.

 

Inti dari skandal Zainudin Hasan adalah institutionalisasi sistem “fee proyek”. Ia terbukti secara sistematis memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan setoran dari para kontraktor yang ingin mendapatkan proyek di lingkungan Pemkab Lampung Selatan. Episentrum dari operasi ilegal ini tidak lain adalah Dinas PUPR, dinas yang mengelola anggaran proyek fisik terbesar. Penyelidikan KPK mengungkap bahwa ini bukanlah praktik suap sporadis, melainkan sebuah mekanisme terpusat dan terstruktur untuk memeras para pelaku usaha.

 

3.2. Skala Korupsi yang Masif: Puluhan Miliar dari Satu Dinas

Skala korupsi yang diungkap oleh KPK dalam kasus Zainudin Hasan sungguh mencengangkan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membeberkan bahwa selama periode 2016-2018, Zainudin Hasan menerima total setoran fee proyek yang diperkirakan mencapai antara Rp56 miliar hingga Rp72 miliar. Uang haram dalam jumlah fantastis ini berasal dari 74 rekanan atau kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek di Dinas PUPR.

 

Mekanismenya diatur dengan rapi. Para kontraktor diwajibkan menyetor fee dengan besaran yang telah ditentukan, berkisar antara 10% hingga 17% dari nilai setiap proyek yang mereka menangkan. Pengumpulan uang ini dikoordinasikan oleh orang-orang kepercayaan Zainudin, termasuk pejabat-pejabat kunci di Dinas PUPR. Nama-nama seperti

Anjar Asmara (Kepala Dinas PUPR saat itu), Syahroni (Kepala Bidang Pengairan), dan Hermansyah Hamidi (mantan Kadis PUPR) ikut terseret dan diproses hukum, menunjukkan bahwa korupsi ini telah merasuk ke dalam jajaran manajemen dinas. Fakta bahwa begitu banyak pejabat tinggi di satu dinas yang terlibat dan dihukum membuktikan bahwa Dinas PUPR pada masa itu telah berubah fungsi dari lembaga pelayanan publik menjadi unit pengumpul setoran ilegal untuk kepala daerah.

 

3.3. Suksesi Kekuasaan: Dari Zainudin Hasan ke Nanang Ermanto

Roda pemerintahan terus berputar meskipun terjadi skandal besar. Saat Zainudin Hasan maju dalam Pilkada 2015, ia berpasangan dengan Nanang Ermanto sebagai calon wakil bupati. Mereka memenangkan pemilihan dan menjabat bersama dari tahun 2016 hingga penangkapan Zainudin pada Juli 2018. Setelah Zainudin dinonaktifkan, Nanang Ermanto secara otomatis naik jabatan menjadi Pelaksana Tugas (Plt.) Bupati. Ia kemudian melanjutkan kepemimpinannya setelah memenangkan Pilkada berikutnya dan dilantik sebagai Bupati definitif untuk periode 2021-2026.

Suksesi ini menandai adanya kontinuitas administrasi. Meskipun tidak ada bukti yang mengaitkan Nanang Ermanto dengan skandal korupsi pendahulunya, fakta bahwa ia adalah bagian dari pemerintahan yang sama menimbulkan pertanyaan kritis. Apakah penangkapan dan penghukuman Zainudin Hasan serta para pejabat PUPR-nya benar-benar diikuti dengan reformasi birokrasi yang fundamental? Ataukah sistem korup yang telah terbangun di Dinas PUPR—dengan jaringan birokrat dan kontraktornya—tetap bertahan dan hanya beradaptasi dengan kepemimpinan baru?

Temuan BPK pada tahun 2023, yang terjadi di bawah pemerintahan Nanang Ermanto dan kepemimpinan Hasbie Azka di Dinas PUPR, memberikan jawaban yang mengkhawatirkan. Munculnya kembali masalah kelebihan bayar dalam skala miliaran rupiah, ditambah dengan keluhan para kontraktor mengenai praktik monopoli, mengindikasikan bahwa sistem korupsi di Dinas PUPR memiliki resiliensi yang luar biasa. Upaya penegakan hukum yang menyasar individu-individu kunci tampaknya gagal membongkar dan membasmi “sistem”-nya itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa korupsi tersebut telah menjadi bagian dari budaya institusional birokrasi dan ekosistem bisnis konstruksi lokal, yang mampu bertahan melampaui masa jabatan seorang bupati. Sistem ini, seperti hidra, tampaknya mampu menumbuhkan kepala baru setelah kepala yang lama dipenggal.

 

Bagian 4: Jaringan Kekuasaan Baru – Dinasti Politik-Bisnis Djausal dan Potensi Konflik Kepentingan

Sementara Lampung Selatan bergulat dengan warisan korupsi masa lalu dan masalah yang terus berlanjut di Dinas PUPR-nya, di tingkat provinsi, sebuah konstelasi kekuasaan baru tengah mengukuhkan posisinya. Kemunculan dinasti politik-bisnis keluarga Djausal, yang puncaknya adalah terpilihnya Rahmat Mirzani Djausal sebagai Gubernur Lampung, menandai babak baru dalam peta kekuasaan di daerah ini. Jaringan ini, yang akarnya tertanam kuat di sektor konstruksi, menghadirkan potensi konflik kepentingan yang sangat besar dan berisiko mengubah lanskap “gurita proyek” dari sekadar praktik korupsi ekstraktif menjadi fenomena state capture atau pembajakan negara.

 

4.1. Sang Patriark: Faisol Djausal, Pengusaha Konstruksi

Fondasi dari dinasti ini diletakkan oleh Faisol Djausal, yang diidentifikasi sebagai seorang pengusaha konstruksi terkemuka yang berbasis di Lampung. Sebagai seorang patriark, ia membangun imperium bisnis di sektor yang paling sering bersinggungan dengan anggaran pemerintah: infrastruktur. Ia adalah ayah dari dua figur sentral dalam jaringan ini, Arienanda Djausal dan Rahmat Mirzani Djausal, yang masing-masing mengambil peran strategis di bidang bisnis dan politik. Kekuatan ekonomi dan jaringan yang dibangun oleh Faisol Djausal di dunia konstruksi menjadi landasan bagi ekspansi pengaruh keluarganya ke ranah kekuasaan politik.

 

4.2. Sang Pewaris Bisnis: Arienanda Djausal dan PT. Rindang Tigasatu Pratama

Pilar bisnis keluarga Djausal dipegang oleh Arienanda Djausal, ST., MM, putra Faisol Djausal. Ia menjabat sebagai Direktur atau Penanggung Jawab

PT. Rindang Tigasatu Pratama, sebuah perusahaan konstruksi besar. Lingkup pekerjaan perusahaan ini sangat relevan dengan proyek-proyek pemerintah, mencakup konstruksi umum untuk jalan raya (kecuali jalan layang), jalan, jembatan, jalan layang, terowongan, dan kereta bawah tanah. Keberadaan Arienanda di pucuk pimpinan perusahaan konstruksi aktif ini secara gamblang menghubungkan nama keluarga Djausal dengan pemain utama di industri infrastruktur Lampung. Ia merepresentasikan lengan operasional bisnis dari dinasti ini, yang siap berkompetisi untuk memperebutkan proyek-proyek publik.

 

4.3. Sang Bintang Politik: Rahmat Mirzani Djausal, dari Perusahaan Ayah ke Kursi Gubernur

Pilar politik dinasti ini diwujudkan oleh Rahmat Mirzani Djausal, putra sulung Faisol Djausal. Lintas kariernya adalah contoh sempurna dari simbiosis antara bisnis dan politik. Setelah meraih gelar sarjana teknik dari Universitas Trisakti, Rahmat memulai kariernya dengan bekerja di perusahaan konstruksi milik ayahnya. Riwayat pekerjaannya mencatat posisi di PT. Tiga Satu Mandiri Prima (2005), Rindang Tiga Satu (2006), dan sebagai Komisaris Utama di perusahaan-perusahaan terkait.

Dari fondasi bisnis keluarga inilah ia melompat ke panggung politik. Dengan memanfaatkan jaringan sebagai pengusaha muda—termasuk menjabat sebagai Ketua BPD HIPMI Lampung—ia membangun citra dan pengaruh. Karier politiknya melesat cepat setelah bergabung dengan Partai Gerindra, di mana ia menjadi anggota DPRD Provinsi Lampung (2019-2024) dan akhirnya didapuk sebagai Ketua DPD Gerindra Lampung. Puncaknya, pada Pilkada 2024, ia berhasil memenangkan pemilihan dan akan dilantik sebagai Gubernur Lampung pada Februari 2025. 

Lintasan karier Rahmat Mirzani Djausal ini adalah inti dari tesis “gurita” kekuasaan. Ini menunjukkan sebuah jalur yang mulus dari mengelola bisnis konstruksi keluarga menjadi pemegang tampuk kekuasaan eksekutif tertinggi di provinsi. Situasi ini menciptakan sebuah potensi konflik kepentingan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam skala ini di Lampung.

Pola yang terbentuk menandakan sebuah evolusi yang signifikan. Model korupsi lama, seperti yang dipraktikkan oleh Zainudin Hasan, adalah model transaksional di mana politisi (sebagai penguasa) memeras fee dari kontraktor (sebagai entitas luar). Ini adalah korupsi ekstraktif klasik. Namun, model baru yang berpotensi muncul dengan berkuasanya dinasti Djausal adalah model integrasi vertikal. Di sini, batas antara penguasa dan pengusaha menjadi kabur; keluarga politisi penguasa adalah pengusaha konstruksi itu sendiri.

Risikonya melampaui sekadar memenangkan beberapa tender secara tidak adil. Ini mengarah pada potensi state capture, di mana seluruh aparatur negara—mulai dari perencanaan anggaran, penyusunan masterplan infrastruktur, hingga pembuatan regulasi pengadaan—dapat secara sistematis diarahkan untuk melayani kepentingan imperium bisnis keluarga penguasa. Sebagai Gubernur, Rahmat Mirzani Djausal akan memiliki otoritas atas alokasi anggaran infrastruktur provinsi, kebijakan tender, dan pengawasan proyek. Keputusan strategis, seperti memprioritaskan pembangunan jalan tol atau jembatan megah (yang merupakan spesialisasi perusahaan keluarganya) di atas kebutuhan publik lainnya seperti kesehatan atau pendidikan, menjadi sebuah kemungkinan yang nyata. Janji-janji kampanyenya tentang “industrialisasi desa” dan “hilirisasi” , yang notabene memerlukan investasi infrastruktur besar-besaran, harus dilihat melalui lensa potensi konflik kepentingan ini.  


Tabel 2: Peta Jaringan Aktor Kunci dalam Ekosistem Proyek Lampung

Penelitian Proyek Lampung Selatan

Bagian 5: Analisis Pola Sistemik dan Mekanisme Korupsi

 

Temuan-temuan faktual yang telah diuraikan—mulai dari audit BPK, sejarah kelam Dinas PUPR, hingga konsolidasi kekuasaan dinasti politik-bisnis—secara kolektif membentuk sebuah gambaran tentang bagaimana korupsi di sektor infrastruktur Lampung Selatan beroperasi secara sistemik. Ini bukanlah serangkaian insiden yang terisolasi, melainkan sebuah ekosistem yang saling terkait di mana berbagai mekanisme formal dan informal dieksploitasi untuk keuntungan pribadi dan kelompok. Tiga pilar utama menopang sistem korup ini: eksploitasi sistem pengadaan, kultur impunitas yang mendarah daging, dan simbiosis mutualisme antara aktor-aktor kunci.

 

5.1. Eksploitasi Sistem LPSE

Dalih Kepala Dinas PUPR Hasbie Azka bahwa sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) menjamin transparansi dan mencegah intervensi adalah penyederhanaan yang menyesatkan. Meskipun LPSE dirancang untuk meminimalkan tatap muka dan menciptakan persaingan yang adil, sistem ini tetap rentan terhadap manipulasi yang terjadi di luar platform digital itu sendiri. Sejarah “gagal tender” yang pernah melanda LPSE Lampung Selatan pada 2019 menunjukkan bahwa sistem ini bisa menjadi tidak efektif dan bahkan menghambat pembangunan jika tidak dikelola dengan baik.

Eksploitasi dapat terjadi dalam beberapa bentuk. Pertama, pada tahap pra-tender, di mana spesifikasi teknis atau Kerangka Acuan Kerja (KAK) dapat “dikunci” (spec-locking) agar hanya sesuai dengan kualifikasi atau produk dari satu perusahaan yang telah ditunjuk. Kedua, kolusi horizontal di antara peserta lelang, di mana beberapa perusahaan membuat penawaran fiktif untuk memenangkan satu perusahaan yang telah disepakati sebelumnya. Ketiga, intervensi vertikal dari oknum di dalam dinas yang dapat membocorkan informasi Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau detail teknis kepada calon pemenang. Dengan Dinas PUPR mengendalikan ratusan paket pekerjaan setiap tahunnya , peluang untuk melakukan manipulasi semacam ini sangatlah luas, dan sistem LPSE hanya mencatat hasil akhirnya tanpa bisa mendeteksi konspirasi yang terjadi di baliknya.

 

5.2. Kultur Impunitas dan Kegagalan Pengawasan Internal

 

Resiliensi sistem korupsi di Dinas PUPR bahkan setelah kasus besar Zainudin Hasan menunjukkan adanya kultur impunitas yang kuat. Penegakan hukum yang hanya menyentuh beberapa individu di puncak gagal memberikan efek jera yang meluas ke seluruh sistem. Salah satu indikator paling jelas dari kultur ini adalah kegagalan berulang dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK. Kasus di Pringsewu, di mana kontraktor tidak kunjung mengembalikan uang kelebihan bayar , kemungkinan besar juga terjadi di banyak daerah lain, termasuk Lampung Selatan. Hal ini menandakan lemahnya mekanisme penegakan dan pengawasan internal oleh Inspektorat Daerah.

Ketika pengawasan internal gagal berfungsi, peran pengawasan eksternal dari masyarakat sipil menjadi krusial. Namun, suara-suara kritis sering kali tidak mendapatkan tanggapan yang memadai. Keluhan dari organisasi seperti LSM Tunas Bangsa mengenai pola sistematis penyalahgunaan anggaran di berbagai sektor di Lampung Selatan menunjukkan adanya kesadaran publik terhadap masalah ini. Akan tetapi, tanpa adanya audit investigatif yang serius dari aparat pengawas atau penegak hukum, keluhan-keluhan tersebut sering kali menguap begitu saja. Kegagalan pengawasan internal dan eksternal inilah yang memupuk kultur impunitas, di mana para pelaku merasa aman untuk terus menjalankan praktik korup.

 

5.3. Simbiosis Mutualisme: Birokrat, Politisi, dan Kontraktor

Pada intinya, gurita proyek ini ditopang oleh sebuah hubungan simbiosis mutualisme antara tiga aktor utama: politisi, birokrat, dan kontraktor. Masing-masing memiliki peran yang saling menguntungkan dalam siklus korupsi ini.

  • Politisi (Kepala Daerah): Bertindak sebagai “pelindung” dan penerima manfaat utama. Mereka menggunakan kekuasaan politiknya untuk menempatkan birokrat loyal di posisi-posisi strategis (seperti Kepala Dinas PUPR) dan memberikan jaminan keamanan politik. Sebagai imbalannya, mereka menuntut setoran atau fee proyek, seperti yang terbukti dalam kasus Zainudin Hasan.
  • Birokrat (Kepala Dinas dan Pejabat Terkait): Berperan sebagai “operator” atau “manajer lapangan”. Mereka yang mengatur proses pengadaan dari dalam, memastikan kontraktor yang “tepat” memenangkan tender, dan mengamankan proses pembayaran meskipun kualitas pekerjaan tidak sesuai. Posisi mereka aman selama mereka loyal kepada atasan politik dan berhasil menjalankan tugasnya dalam mengumpulkan setoran.
  • Kontraktor (Penyedia Jasa): Bertindak sebagai “eksekutor”. Mereka mendapatkan jaminan untuk memenangkan proyek dengan imbalan membayar fee yang telah ditentukan. Untuk menutupi biaya fee ini dan tetap meraup keuntungan maksimal, mereka terpaksa atau dengan sengaja mengurangi kualitas dan kuantitas pekerjaan.

Temuan BPK mengenai kekurangan volume dan ketidaksesuaian spesifikasi adalah bukti fisik dari bekerjanya simbiosis korup ini. Kualitas infrastruktur yang buruk bukanlah sebuah kecelakaan, melainkan hasil logis dari sebuah sistem yang dirancang untuk mengekstraksi dana dari anggaran publik.

 

Bagian 6: Kesimpulan dan Rekomendasi Strategis

Analisis komprehensif terhadap data yang tersedia, mulai dari temuan audit BPK, rekam jejak historis, dinamika birokrasi, hingga konstelasi politik terbaru, mengarah pada sebuah kesimpulan yang tidak dapat dielakkan. Sektor pekerjaan umum di Kabupaten Lampung Selatan terperangkap dalam cengkeraman gurita proyek yang bersifat sistemik, di mana praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme telah menjadi bagian dari operasional rutin, bukan lagi sebuah anomali.

 

6.1. Kesimpulan: Konfirmasi Adanya Gurita Proyek dan Korupsi Sistemik

Bukti-bukti yang telah dipaparkan secara meyakinkan mendukung keberadaan korupsi sistemik di sektor infrastruktur Lampung Selatan, yang termanifestasi melalui beberapa pilar:

  1. Bukti Empiris yang Tak Terbantahkan: LHP BPK 2023 menyediakan bukti kuantitatif atas kerugian negara sebesar Rp2,78 miliar dari 11 paket proyek. Rincian mengenai kekurangan volume dan ketidaksesuaian spesifikasi secara jelas menunjukkan adanya kecurangan yang disengaja pada kualitas dan kuantitas pekerjaan, yang berdampak langsung pada daya tahan infrastruktur publik.
  2. Pola Historis yang Berulang: Kasus korupsi masif yang menjerat mantan Bupati Zainudin Hasan membuktikan bahwa Dinas PUPR telah lama menjadi instrumen untuk pengumpulan fee proyek secara terstruktur. Temuan BPK pada 2023 menunjukkan bahwa sistem ini memiliki daya tahan yang luar biasa dan terus berlanjut meskipun telah ada penindakan hukum.
  3. Mekanisme Operasional yang Teridentifikasi: Kontroversi terkini di bawah kepemimpinan Kadis PUPR Hasbie Azka, yang ditandai oleh protes kontraktor lokal atas dugaan monopoli dan favoritisme, mengungkap mekanisme operasional dari sistem ini: menyingkirkan persaingan lokal untuk membuka jalan bagi jaringan kroni yang lebih mudah dikendalikan.
  4. Evolusi Jaringan Kekuasaan: Kebangkitan dinasti politik-bisnis Djausal ke puncak kekuasaan provinsi menandai sebuah evolusi dari korupsi ekstraktif menuju potensi state capture. Fusi antara kekuasaan politik tertinggi dan kepentingan bisnis konstruksi skala besar menciptakan risiko konflik kepentingan yang fundamental dan dapat memperluas gurita proyek ini ke seluruh penjuru provinsi.

 

6.2. Rekomendasi

Untuk memutus mata rantai korupsi sistemik ini, diperlukan tindakan yang terkoordinasi, tegas, dan berkelanjutan dari berbagai pihak. Rekomendasi berikut ini dirancang untuk mengatasi masalah dari akarnya, bukan sekadar mengobati gejalanya.

  • Untuk Aparat Penegak Hukum (KPK, Kejaksaan Agung):
    1. Investigasi Kriminal: Segera membuka penyelidikan dan penyidikan terhadap temuan BPK pada 11 paket pekerjaan di Dinas PUPR Lampung Selatan TA 2023. Temuan kelebihan bayar harus diperlakukan sebagai indikasi awal adanya tindak pidana korupsi (fraud), bukan sekadar pelanggaran administratif.
    2. Penyelidikan Dugaan Monopoli: Melakukan investigasi mendalam terhadap tuduhan monopoli proyek dan pengucilan kontraktor lokal yang dilayangkan kepada pimpinan Dinas PUPR Lampung Selatan. Telusuri aliran proyek dan profil perusahaan pemenang tender untuk mengungkap ada atau tidaknya jaringan kroni.
    3. Pengawasan Preventif: Mengingat potensi konflik kepentingan yang sangat tinggi, melakukan pemantauan proaktif terhadap proses pengadaan barang dan jasa di tingkat Provinsi Lampung setelah pelantikan Gubernur baru pada tahun 2025.
  • Untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Aparat Pengawas Internal (Inspektorat):
    1. Audit Kinerja dan Investigatif: Melakukan audit dengan tujuan tertentu (audit kinerja atau investigatif) yang berfokus pada seluruh siklus proses pengadaan di Dinas PUPR Lampung Selatan, mulai dari perencanaan, pelelangan, hingga pengawasan pelaksanaan.
    2. Penguatan Penegakan Rekomendasi: Bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk memastikan setiap temuan kerugian negara, terutama kelebihan pembayaran, ditindaklanjuti dengan pengembalian penuh dalam batas waktu yang tegas. Kontraktor yang gagal mengembalikan dana harus dimasukkan ke dalam daftar hitam secara nasional dan diproses secara hukum.
  • Untuk Pemerintah Pusat (LKPP, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PUPR):
    1. Evaluasi Implementasi LPSE: Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas sistem LPSE di daerah-daerah dengan rekam jejak korupsi tinggi seperti Lampung Selatan. Kembangkan indikator “bendera merah” (red flag) otomatis dalam sistem untuk mendeteksi pola-pola tender yang mencurigakan (misalnya, jumlah penawar yang minim, penawaran yang terlalu dekat dengan HPS, atau pemenang yang sama secara berulang).
    2. Rotasi Pejabat Strategis: Mendorong kebijakan rotasi berkala bagi pejabat eselon II yang menduduki posisi rawan korupsi, seperti Kepala Dinas PUPR, untuk memutus mata rantai jaringan kekuasaan yang mungkin telah terbangun.
  • Untuk Masyarakat Sipil dan Media:
    1. Pengawasan Independen: Terus melakukan pemantauan independen terhadap alokasi anggaran dan pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur strategis, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi.
    2. Menuntut Transparansi Konflik Kepentingan: Secara aktif menyoroti dan menuntut transparansi penuh terkait potensi konflik kepentingan yang melekat pada pemerintahan provinsi yang baru. Mendorong pembentukan mekanisme pengawasan independen untuk memastikan kebijakan publik tidak dibajak untuk kepentingan bisnis pribadi atau keluarga.

 

Penelitian Proyek Lampung Selatan

ppid.lampungprov.go.id
Pj. Gubernur Lampung Menghadiri Penyampaian LHP BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2023, Kepada Presiden RI

Terbuka di jendela baru

clickinfo.co.id
11 Paket PUPR Lampung Selatan Bermasalah, Kelebihan Bayar …

Terbuka di jendela baru

lampungmonitor.com
Apa Saja 20 Temuan BPK Terkait Laporan Keuangan Pemkab Lampung Selatan TA 2023

Terbuka di jendela baru

lampungbaratkab.go.id
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN – Kabupaten Lampung Barat

Terbuka di jendela baru

lampungbaratkab.go.id
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BPK TAHUN 2023 – Kabupaten Lampung Barat

Terbuka di jendela baru

bpk.go.id
BPK Temukan Permasalahan Pelaksanaan Pekerjaan Fisik Belanja Barang dan Belanja Modal pada Kementerian PUPR – BPK RI

Terbuka di jendela baru

lampungmonitor.com
Masih Nyangklak Rp 400 Juta, Pengembalian Atas Temuan BPK RI terhadap LHP LKPD Pringsewu Tahun 2022 – Lampung Monitor

Terbuka di jendela baru

mtjek.id
Kadis PUPR Lamsel Hazbie Azka Dilaporkan Ke Polda Lampung …

Terbuka di jendela baru

youtube.com
Kontraktor Desak Kadis PUPR Lampung Selatan Dicopot – YouTube

Terbuka di jendela baru

infoberita.id
DPRD Kabupaten Lampung Selatan Soroti Gagal Tender di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) – InfoBerita.ID

Terbuka di jendela baru

appel.lampungselatankab.go.id
Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan

Terbuka di jendela baru

antaranews.com
Zainudin Hasan divonis 12 tahun penjara – ANTARA News

Terbuka di jendela baru

news.detik.com
Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan Divonis 12 Tahun Penjara – detikNews

Terbuka di jendela baru

rmollampung.id
Rp56 Miliar Fee Proyek Diduga Masuk Kantong Bupati Zainudin Hasan – RMOL Lampung

Terbuka di jendela baru

teraslampung.com
JPU KPK: Zainudin Hasan Terima Uang Fee Proyek Rp72 Miliar – Teraslampung.com

Terbuka di jendela baru

news.detik.com
KPK Cek Aliran Duit Rp 56 M di Kasus Suap Bupati Lampung Selatan – detikNews

Terbuka di jendela baru

id.wikipedia.org
Nanang Ermanto – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Terbuka di jendela baru

id.wikipedia.org
Zainudin Hasan – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Terbuka di jendela baru

biroadpim.lampungprov.go.id
Gubernur Arinal Lantik dan Mengambil Sumpah Jabatan Nanang Ermanto sebagai Bupati Lampung Selatan Sisa Masa Jabatan 2016 – 2021

Terbuka di jendela baru

youtube.com
Petahana Nanang Ermanto-Antoni Daftar Pilkada Lamsel 2024 – YouTube

Terbuka di jendela baru

en.wikipedia.org
Rahmat Mirzani Djausal – Wikipedia

Terbuka di jendela baru

gerindralampung.or.id
Rahmat Mirzani Djausal DPD Gerindra Provinsi Lampung

Terbuka di jendela baru

tribunlampungwiki.tribunnews.com
Arie Nanda Djausal – Halaman all – TribunLampung Wiki

Terbuka di jendela baru

mssi.co.id
PT. RINDANG TIGASATU PRATAMA ISO 37001 – mssi certification

Terbuka di jendela baru

gerindralampung.or.id
Rahmat Mirzani Djausal – DPD Gerindra Provinsi Lampung

Terbuka di jendela baru

goodkind.id
Profil RAHMAT MIRZANI DJAUSAL, S.T., M.M. – Goodkind

Terbuka di jendela baru

id.wikipedia.org
Rahmat Mirzani Djausal – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Terbuka di jendela baru

kompaspedia.kompas.id
Gubernur Provinsi Lampung Rahmat Mirzani Djausal – Kompaspedia – Kompas.id

Terbuka di jendela baru

tiktok.com
Rahmat Mirzani Djausal (@rahmatmirzanidjausal) – TikTok

Terbuka di jendela baru

tiktok.com
Ada dugaan korupsi di lingkungan DPRD Tanggamus yang melibatkan puluha… – TikTok

Terbuka di jendela baru

Example 120x600

Times Akurat News adalah portal berita Lampung terkemuka yang mendedikasikan diri pada jurnalisme mendalam, dengan fokus utama pada pengawasan dinamika politik dan pemerintahan. Kami hadir sebagai pilar pengungkap fakta, menyajikan laporan yang tajam, akurat, dan independen untuk publik global. Misi kami adalah memastikan publik mendapatkan akses terhadap informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan, terutama dalam isu-isu yang menyangkut kepentingan umum. Prinsip & Etika Jurnalisme Kami Integritas Times Akurat News dibangun di atas empat pilar etika yang tidak dapat ditawar, yang menjadi pedoman bagi seluruh jajaran redaksi kami di mana pun berada

Gg. Sakti No.40 Surabaya, kecatamatan Kedaton, Kota Bandar Lampung, 35148
0821 7748 5498
TIMES AKURAT NEWS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mengenal KWS KPK: Saluran Aman dan Rahasia untuk Melaporkan Korupsi
Korupsi

Mengenal KWS KPK: Saluran Aman dan Rahasia untuk Melaporkan Korupsi. Artikel ini mengupas secara detail mengenai KPK Whistleblower System (KWS), platform pengaduan rahasia dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Dijelaskan bagaimana masyarakat dapat melaporkan dugaan korupsi secara aman, fitur-fitur unggulannya seperti jaminan kerahasiaan dan pemantauan laporan, serta saluran pengaduan lain yang tersedia. Berita ini bertujuan untuk mengedukasi publik tentang cara berpartisipasi aktif dalam pemberantasan korupsi.

Dugaan Korupsi Sistematis Terbongkar, KPK & Kejaksaan Agung Diminta Turun Tangan
Korupsi

PUPR Mesuji Glontorkan Rp 4,2 Miliar untuk Bensin: Dugaan Korupsi Sistematis Terbongkar, KPK & Kejaksaan Agung Diminta Turun Tangan! Artikel investigasi ini membongkar dugaan korupsi sistematis dan skala masif di Dinas PUPR Kabupaten Mesuji pada APBD 2024. Sorotan utama adalah “anggaran monster” senilai Rp 4,2 Miliar untuk belanja bensin yang melanggar standar biaya nasional, skandal tender proyek jalan Rp 6,1 Miliar yang diduga diatur, serta miliaran rupiah “dana siluman” dan anggaran perjalanan dinas fiktif. Berita ini mengungkap bagaimana LSM Tunas Bangsa mendesak KPK dan Kejaksaan Agung untuk segera turun tangan menginvestigasi Kepala Dinas PUPR Mesuji, Ir. Agnatius Syahrizal.

Rotasi Besar Polri, Irjen Pol Helfi Assegaf Jabat Kapolda Lampung Gantikan Irjen Pol Helmy Santika
Berita

Rotasi Besar Polri, Irjen Pol Helfi Assegaf Jabat Kapolda Lampung Gantikan Irjen Pol Helmy Santika. Gerbong mutasi di tubuh Polri kembali bergerak. Irjen Pol Helfi Assegaf resmi ditunjuk sebagai Kapolda Lampung baru menggantikan Irjen Pol Helmy Santika yang mendapat promosi jabatan. Pergantian ini merupakan bagian dari rotasi besar yang melibatkan 60 perwira tinggi dan menengah di Kepolisian Republik Indonesia pada September 2025.

Wujud Kemanunggalan, TNI dan Disbunnak Tanggamus Gotong Royong Bersihkan Pantai Muara Indah
Berita

Wujud Kemanunggalan, TNI dan Disbunnak Tanggamus Gotong Royong Bersihkan Pantai Muara Indah. Dalam rangka memperingati HUT ke-80 TNI, personel Kodim 0424/Tanggamus dan jajaran Disbunnak bersatu dengan masyarakat dalam aksi gotong royong membersihkan sampah di Pantai Muara Indah. Kegiatan ini menjadi simbol kuat sinergi lintas sektor dan wujud nyata kemanunggalan TNI-Rakyat dalam menjaga kelestarian lingkungan.

error: Content is protected !!