Skandal Wajib Setor di Jantung Satpol PP Bandar Lampung: Keringat Ribuan Anggota Diduga Jadi Pungli Setengah Miliar Rupiah
BANDAR LAMPUNG – Praktik culas yang diduga kuat sebagai pemerasan terstruktur dan sistematis kini mengoyak integritas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung. Di balik seragam penegak Perda yang gagah, terungkap adanya dugaan “wajib setor” senilai Rp 50.000 yang menghantui 1.118 personel setiap kali tunjangan akomodasi mereka cair. Ironisnya, pucuk pimpinan instansi ini memilih bungkam seribu bahasa.
Laporan investigasi mendalam dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Tunas Bangsa membeberkan sebuah skema haram yang berpotensi meraup dana ilegal lebih dari setengah miliar rupiah per tahun. Dana ini diduga diperas dari keringat para anggota, termasuk ratusan tenaga honorer yang berada dalam posisi rentan.
“Ini bukan lagi soal potongan liar, ini adalah pemerasan dengan modus yang lebih licik. Hak anggota diberikan utuh, lalu ada instruksi dari oknum atasan untuk menyetor kembali sebagian. Ini adalah kejahatan jabatan yang memanfaatkan relasi kuasa,” tegas Ketua LSM Tunas Bangsa, Birman Sandi, saat diwawancarai pada Senin, 11 Agustus 2025.
Skema “wajib setor” ini dirancang untuk sulit terdeteksi oleh audit keuangan formal. Modusnya berjalan dalam dua tahap senyap:
- Pencairan Hak: Seluruh 1.118 personel menerima tunjangan akomodasi sebesar Rp 450.000 secara utuh ke rekening masing-masing. Di atas kertas, tidak ada pemotongan.
- Instruksi Setoran: Setelah dana masuk, instruksi lisan atau via pesan singkat datang dari oknum koordinator atau atasan. Anggota diwajibkan menyetorkan Rp 50.000 secara tunai atau transfer ke rekening tertentu.
“Ini adalah transaksi ‘sukarela di bawah todongan’. Anggota, terutama 1.040 tenaga kontrak daerah, tidak punya pilihan selain patuh jika tidak ingin kariernya terancam. Skema ini menciptakan lingkaran setan korupsi di level paling bawah,” analisis Birman.
Di bawah kepemimpinan Kasat Pol PP Ahmad Nurizki Erwandi, S.STP, praktik ini diduga telah menghasilkan dana taktis ilegal dalam jumlah fantastis.
- Potensi Pungutan per Bulan: 1.118 personel x Rp 50.000 = Rp 55.900.000
- Potensi Pungutan per Tahun: Rp 55.900.000 x 12 bulan = Rp 670.800.000
Angka yang mencapai Rp 670,8 juta per tahun ini diduga menjadi bancakan oknum pejabat, yang ironisnya berasal dari hak kesejahteraan bawahannya sendiri.
“Uang ini untuk apa? Siapa yang menikmati? Pertanyaan ini harus dijawab oleh para pimpinan di sana. Praktik ini merusak mental dan moral aparat,” tambah Birman.
Upaya konfirmasi intensif yang dilakukan redaksi selama lebih dari sepekan untuk mendapatkan klarifikasi tidak membuahkan hasil. Kasat Pol PP Ahmad Nurizki Erwandi, yang terpantau aktif di berbagai platform media sosial, memilih untuk tidak memberikan tanggapan sama sekali terhadap permintaan wawancara via email maupun pesan langsung.
Sikap bungkam ini sangat disayangkan, mengingat dugaan praktik “wajib setor” ini secara gamblang masuk dalam kategori tindak pidana pemerasan, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e UU Tipikor.
Pasal tersebut secara spesifik menyasar penyelenggara negara yang memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan. Ancaman hukumannya brutal:
- Pidana penjara minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun atau seumur hidup.
- Denda hingga Rp 1 miliar.
Bola panas ini kini berada di tangan Inspektorat Kota Bandar Lampung dan Aparat Penegak Hukum (APH). Diamnya pemerintah kota dan pimpinan Satpol PP hanya akan menjadi pembenaran bagi publik bahwa ada sesuatu yang ditutup-tutupi.
“Kasat Pol PP harus bertanggung jawab. Jika ia tahu dan membiarkan, ia terlibat. Jika ia tidak tahu, ia lalai dalam pengawasan. Tidak ada alasan untuk tidak bertindak,” pungkas Birman.
Sikap bungkam dari pucuk pimpinan hanya akan semakin menebalkan bau anyir dugaan korupsi yang kini menyelimuti marwah korps penegak perda di ibu kota Lampung. (Red)